Indotorial.com, - Di sebuah sudut kota Solok, kisah memilukan seorang ibu muda bernama Yulia (27) mengingatkan kita betapa rapuhnya harapan dalam dunia pelayanan kesehatan. Istri dari seorang tukang bongkar muat pasir, Tatang (21), Yulia sempat harus menanggung derita yang tak terbayangkan usai melahirkan anak pertamanya. Namun, tragedi yang menimpanya bukanlah kehilangan sang buah hati, melainkan selembar perban yang tertinggal di saluran persalinannya selama sebelas hari.
Sakit yang Tak Kunjung Reda
“Selama sebelas hari saya tidak tahu apa yang bikin sakit, pak,” ujar Yulia dengan suara lemah saat menceritakan penderitaannya kepada Wakil Walikota Solok, Reinier Dt. Intan Batuah, yang mengunjungi kediaman keluarga mereka di Kelurahan Nan Balimo. Persalinan di RSUD Solok pada 10 Mei 2016 itu seharusnya menjadi momen kebahagiaan, namun kenyataan berubah menjadi mimpi buruk ketika segumpal perban, yang seharusnya membantu, malah menjadi sumber derita.
Setelah melahirkan anak laki-laki yang sehat, Yulia mulai merasakan sakit luar biasa. Tubuhnya yang lemah tak mampu mengusir rasa nyeri yang semakin memburuk, hingga nanah mulai keluar dari saluran persalinannya. Tak jarang, di tengah tangisan dan kelelahan, Tatang merasa semakin bingung dan putus asa. “Istri saya melahirkan di ruang IGD RSUD Solok, menggunakan pelayanan kartu KIS-BPJS. Maklum, mereka tergolong keluarga sederhana,” ungkap Tatang dengan penuh haru.
Sikap Mengecewakan dari Layanan Kesehatan
Kecewa dengan pelayanan yang diterima, Tatang mengungkapkan bahwa setelah membawa Yulia kembali ke RSUD Solok, mereka justru disuruh pulang. “Kami disuruh pulang, serta menerima sedikit makian dari salah satu oknum di sana, disuruh istirahat biar cepat sembuh,” tambahnya. Rasa sakit yang terus mendera membuat Tatang akhirnya mencari pertolongan dari seorang bidan praktek di Jalan Puti Bungsu.
Saat pemeriksaan, bidan tersebut tercengang melihat segumpal perban yang ternyata telah ‘bersemayam’ selama sebelas hari di saluran persalinan Yulia. Wajah bidan yang semula tenang berubah menjadi penuh keheranan, bahkan sambil memperlihatkan perban tersebut kepada keluarga, ia tampak tidak percaya atas apa yang telah terjadi.
Tindakan Pemerintah Kota Solok
Kisah Yulia menyulut keprihatinan masyarakat luas, termasuk pejabat daerah. Wakil Walikota Solok, Reinier Dt. Intan Batuah, bersama jajarannya, mengunjungi kediaman Yulia pada 28 Mei 2016 untuk mendalami kasus ini. “Bukannya obat yang ia dapatkan untuk mengatasi rasa sakitnya tapi malah berbuah kekecewaan akibat perlakuan kurang mengenakkan dari oknum petugas rumah sakit,” ujar Reinier dengan tegas.
Ia menilai, seharusnya pihak rumah sakit dapat bersikap dewasa dengan mengevaluasi kejadian ini, bukan mencari-cari kambing hitam kepada korban maupun bidan yang membantu. “Kita akan minta klarifikasi resmi dari pihak rumah sakit terkait persoalan ini, sehingga jelas substansinya,” tambahnya, menekankan pentingnya pelayanan kesehatan yang optimal bagi seluruh warga kota Solok.
Harapan di Tengah Duka
Kini, Yulia dan Tatang hanya bisa pasrah menerima cobaan dari Yang Maha Kuasa. Di sela-sela derita, Yulia masih mampu tersenyum ketika memandang anak pertamanya yang berusia 12 hari. “Saya ingin istirahat banyak, biar cepat sembuh dan bangkit hingga bisa mengendong anak saya yang lucu ini,” bisiknya penuh harap.
Kisah tragis Yulia menjadi pelajaran berharga bagi pihak RSUD Solok dan seluruh instansi terkait. Semoga insiden ini menjadi titik balik dalam upaya perbaikan sistem pelayanan kesehatan, agar tidak ada lagi keluarga yang harus merasakan derita serupa di masa depan.
Dengan sorotan publik yang semakin tajam, diharapkan ke depannya transparansi dan tanggung jawab dari pihak rumah sakit dapat ditingkatkan, sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terutama keluarga sederhana, bisa mendapatkan haknya dengan layak dan manusiawi.